Sunday, July 09, 2006

Melihat Pengamatan Gempa

Rumah itu kusam seperti tidak terawat. Letaknya berada lebih rendah dari jalan masuk SD Negeri Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung. Dari kejauhan, hanya tampak atapnya saja. Rumah itu kecil dan ternyata berjejer panjang dan rapat dengan rumah satu dengan lainnya. Kira-kira tipe 36. Terlihat sederhana dan apa adanya. Rumah itu sengaja dipinjamkan warga untuk keperluan tim BMG. Tidak ada yang menduga di dalam rumah itu, dijadikan tempat pemantauan aktivitas gempa yang hampir terjadi setiap hari di daerah itu, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung.

Sekitar pukul 21 malam, (Sabtu,8/7), saya ditemani Doni, teman dari TEKNOKRA datang ke sana. Doni ingin menulis untuk majalah TEKNOKRA tentang gempa yang akhir-akhir ini masih sering terjadi di sana. Saya juga menulis tentang gempa yang terjadi di Jogja akhir Mei 2006 kemarin.

Ketika kami masuk ke dalam rumah itu, ada empat orang sedang asik mengobrol. Chrismanto (47), salah satunya yang banyak bercerita. ketika kami datang, langsung ikut nimbrung mendengarnya. Pak Chris, panggilan akrabnya, adalah Kepala Badan Meteorologi Geofisika (BMG) Kotabumi, Lampung Utara. Kebetulan malam itu kami bertemu dengannya. Pak Chris bertugas di Kemiling untuk memantau setiap saat perkembangan gempa. Ia ditemani stafnya, Agung dan Teddy. Mereka berdua masih muda. Saya melihat mereka seperti seumur. Mereka berdua setia mengamati layar LCD getaran gempa dengan bergantian. Saya kagum dengan kerja keras Pak Chris dan dua stafnya yang tidak mengenal lelah. "Demi ibadah," kata Pak Chris kepada kami. Waktu itu juga ada Pak Camat Kemiling. Namanya Pak Slamet. Ia ditemani seorang stafnya. Pak Slamet baru kali pertama datang melihat kerja Pak Chris di tempat pemantauan gempa darurat itu.

Meskipun umur Pak Chris hampir kepala lima, Saya melihatnya masih punya jiwa muda. Ia punya idealis pada pekerjaannya yang membutuhkan tanggung jawab tinggi. Termasuk menenangkan warga yang sering panik ketika hampir setiap hari gempa. Sesekali ia mengisap rokoknya. Terkadang ia bicara keras ketika obrolan kami menyinggung tanggung jawab pemerintah. Sekali lagi, saya dibuat kagum mendengar cerita pengalamannya yang banyak.

Hampir dua bulan sejak Mei lalu, BMG Lampung menjadi perhartian serius masyarakat. Terutama tentang gempa yang setiap hari terjadi. Terakhir, gempa yang tercatat cukup kuat dan paling dirasakan saya dan teman-teman ketika menginap di Pojok PKM, Jumat dini hari (7/7) sekitar pukul 02.45 WIB. Ketika itu saya dan teman-teman tertidur, kaget terbangun karena guncangan gempa cukup kuat dan membuat lemari kaca bergetar. Sedikit sadar, saya lihat teman saya, Iskandar "Toocool" terbangun kemudian ingin melombat dari jendela terdekat. Guncangan tidak lama, sekitar 3-4 detik. Tapi, Harian Lampung Post menulis gempa yang paling kuat dirasakan dibandingkan sebelumnya selama 7 detik.

Pak Chris mengatakan, gempa yang hampir dirasakan setiap hari terutama warga Kemiling adalah termasuk gempa swarm. Gempa ini tidak sampai meruntuhkan bangunan seperti yang terjadi di Jogja dan sekitar Jawa Tengah. "Anggapan masyarakat dengan gempa di sini disamakan dengan gempa di Jogja,"Pak Chris menyayangkan itu. Gempa yang terjadi tidak akan berlangsung lama di Kemiling, kira-kira dua bulan.

Terkadang Pak Chris dibuat kecewa dengan pemberitaan media. "Yang dikhawatirkan itu dari omongan satu ke omongan lainnya, padahal belum tentu benar," ujar Pak Chris. Ia menganggap cerita dari orang ke orang lain itu berbeda-beda menilainya. Saya yang termasuk media kampus, rasanya menyadari kekuatan media ketika memberitakan sesuatu yang "bombastis." Beberapa waktu lalu, ada media yang menulis di Kemiling diperkirakan akan amblas. Tentu saja Pak Chris marah saat ia ingat dan membaca sebuah koran yang tergolong mainstream memberitakan itu.

Pak Chris cuma berharap, kerja kerasnya selama hampir dua bulan itu justru tidak semakin membuat masyarakat khawatir. Ia pernah melakukan penyuluhan buat warga di sana. Katanya, ketika di depan ibu-ibu dan anak-anak, Pak Chris mencoba buat mereka tertawa. "Saya ajak mereka tertawa, eh ternyata mereka tertawa," ujarnya. Hal itu dilakukannya untuk menghilangkan trauma mereka selama merasakan gempa.

Pukul 23 malam. Pak Camat pamit pulang. Tapi, saya dan Doni masih setia di sana sampai pukul 24 malam. Sempat merasakan satu kali getaran gempa sebelum kami pulang. Kaca di jendela rumah itu bergetar sebentar. Langsung saya minta Teddy periksa dari layar LCD pengamatan gempa. Hanya 2,8 SR. "Suaranya kayak bom aja," ujar Doni kepada saya. Yah, cuma sesaat. Subhanallah. Apa sebenarnya yang terjadi di dalam tanah ini, gumam saya. Sebuah kekuasaan Allahu SWT.

5 comments:

Anonymous said...

uMmh.. actually 4 kasta jomblo itu memang bener gw pernah baca
but gw tambah sdikit tanpa ngurangin isi yg sebenernya,
so, kalo mu pake silakan,, mangga atuh,, hehe...
btw,, kalo sempet mampir lg k blog gw yah.. skalian promosiin d milist lo jg,, hehe..
lam knal ;))

rinnie said...

Wah...! Alat apaan tu? hihi.. seumur-umur aku belum pernah lihat. (kasiyan yah aku..!!)

Eriek said...

Rin, itu alat yg digunakan buat ngukur getaran gempa (seismometer,red). Keren yach bentuknya? Aq aj pengen punya alat itu, tapi buat apa coba? Dipajang di atas meja. Hehe...

rinnie said...

nah.. tu dia. Dipajang aja di atas meja, atau buat ganjelan pintu kek...! he he he..

Unknown said...
This comment has been removed by a blog administrator.