Sunday, September 30, 2007

Diskusi Peringatan Tragedi 28 September 1999

Indria Fernida, Kepala Divisi Operasional Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras, bercerita tentang penyusutan kasus Tragedi 28 September 1999 di Bandar Lampung. Peristiwa yang menyebabkan meninggalnya dua mahasiswa Universitas Lampung (Unila) ketika terjadi demostrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB) di depan kampus perguruan tinggi swasta Universitas Bandar Lampung (UBL) itu hingga kini belum terungkap palakunya.

“Kasus tragedi tahun 1999 ini masuk dalam daftar kasus Trisakti 1998 dan Tragedi Semanggi I dan II di Jakarta,”kata Indria pada diskusi memperingati Sewindu Tragedi UBL Berdarah, Rabu (26-9), di halaman depan Gedung Pascasarjana FH Unila.

Indria yang mengenakan baju batik itu tampak serius menyampaikan tindak kekerasan yang dilakukan para aparat keamanan terhadap demonstrasi yang ramai dilakukan para mahasiswa tahun 1998 lalu. Ia mengatakan kasus seperti Tragedi 28 September 1999 yang juga dikenal dengan Tragedi UBL Berdarah ini, seharusnya penegak hukum terutama kejaksaan segera menyusut tuntas pelaku utamanya.

"Ini termasuk kejahatan HAM berat,"tegas Indria di hadapan para peserta diskusi yang dihadiri lebih dari 50 mahasiswa.

Aktivis Kontras, sebuah NGO yang peduli terhadap Hak Asasi Manusia atau HAM ini cukup prihatin apa yang terjadi pada pada dua mahasiswa yang meninggal di depan kampus perguruan tinggi swasta UBL delapan tahun yang lalu. Dua mahasiswa itu adalah Muhammad Yusuf Rizal, mahasiswa FISIP Unila dan Saidatul Fitria, mahasiswa FKIP Unila.

Rizal terluka pada leher akibat terkena tembak peluru tajam oleh aparat keamanan atau saat itu dikenal dengan nama Pasukan Huru-Hara atau PHH. Sedangkan Atul, panggilan akrab Saidatul Fitria, kepalanya terkena pukulan keras oleh aparat keamanan hingga harus dirawat di rumah sakit. Namun, beberapa hari setelah dirawat nyawanya tidak tertolong.

Atul ketika terjadi demonstrasi penolakan RUU PKB sedang bertugas sebagai jurnalis fotografer pers mahasiswa (persma) Teknokra untuk meliput peristiwa demonstrasi di depan kampus UBL. Sejumlah fotonya kini masih mengabadi di kesekretariatan Teknokra. Saya sering kali melihat karya foto almarhumah saat datang ke Teknokra. Foto-fotonya itu terbingkai di ruang tamu. Saya terharu melihat karya almarhumah itu. Seolah-olah terbayangi bertemu dengannya. Padahal, saya belum pernah bertemu dengannya. Tapi, saya hanya bisa mengenalnya kisah-kisah memilukan yang terjadi padanya itu dipukul oknum aparat keamanan.

Saya sedih mengingatnya setiap melihat foto-foto karya almarhumah. Ingin sekali mengatakan,"Mbak Atul, sabar ya. Mbak selalu dido'akan dan dikenang bagi teman-teman di sini, karena Mbak tidak salah memilih jalan ini." Akhirnya perlahan-lahan kedua mata saya meneteskan air mata saat menuliskan ini. Setahun yang lalu, saya pernah posting kisah almarhumah Atul di sini.

Saturday, September 22, 2007

Buka Puasa Bersama Komunikasi

Tak ada bulan seistimewa bulan suci Ramadhan. Rasanya setiap hari ada nuansa yang sangat berbeda dibandingkan pada bulan lainnya. Ada saat-saat yang paling ditunggu ketika menanti berbuka puasa. Ada yang telah berkumpul bersama keluarganya. Ada pula yang hanya sempat berkumpul dengan teman-teman menanti saat berbuka puasa dan ada pula yang

Jumat sore kemarin (21-9), saya diajak teman jurusan ikut buka puasa bersama di rumah adik tingkat jurusan. Setiap tahun, memang sudah menjadi tradisi saat bulan puasa Ramadhan ada acara seperti ini. Biasanya yang ditunjuk menjadi tuan rumah adalah mereka angkatan baru masuk di perkuliahan.

Saya, Hilal dan Ocha, teman satu angkatan saya, berangkat sekitar pukul 17.00 WIB ke rumah Meilin, adik tingkat angkatan 2007 yang menjadi tuan rumahnya di daerah Way Halim. Tiyo dan Olga, adik tingkat angkatan 2003 secara kebetulan juga ikut bersama kami, berangkat mengendarai sepeda motor ke sana. Kita berlima konvoi dengan tiga sepeda motor.

Tiba di rumah Meilin, tampak di depan rumahnya ramai teman-teman dari berbagai angkatan. Tidak lama setelah kita tiba, rombongan angkatan 2000 pun tiba. Tapi mereka datang hanya berlima saja. Rino, Ferari, Febriansyah, Anto, dan Tito. Beruntung sekali mereka masih ingin datang acara seperti ini meskipun di antara mereka telah menjadi alumni.

Kira-kira ada sekitar lebih dari 100 orang yang berbuka puasa di sana. Ketua jurusan kami, Ida Nurhaida, serta didampingi tiga dosen Komunikasi lainnya, Ibrahim Besar, Sarwoko, dan Nina Yudha, pun datang ikut acara buka puasa bersama itu. Dari mahasiswanya, mulai angkatan baru masuk 2007 hingga angkatan 2000. Tak hanya memenuhi di dalam rumah saja, di luar pun terlihat mereka dengan santai berbincang dan bercanda dengan teman-teman lainnya.

Mudah-mudahan tradisi seperti ini tetap terus dipertahankan untuk akan datang. Selain merekatkan kebersamaan, juga sebagai momen silahturrahmi teman-teman dari berbagai angkatan serta dengan dosen Komunikasi.

Tuesday, September 18, 2007

Selamat Jalan Herizon

Ditinggal pergi seorang sahabat untuk selama-lamanya sungguh sedih. Apalagi ia seperti telah menjadi bagian keluarga sendiri. Senin kemarin siang (18-9), ketika mampir ke Teknokra saya dikabarkan teman-teman bahwa salah seorang alumni kita, Herizon Abdul Azis, meninggal dunia karena kecelakaan. Innalillahi Wa Innailahi Rojiun”.

Bahkan, kabar itu pun datang dari berita yang ditulis Harian Lampung Post yang terbit edisi Minggu (16-9) kemarin. Banyak juga teman-teman alumni Teknokra yang mengetahui kabar meninggalnya almarhum setelah membaca koran tersebut. Termasuk saya yang mengetahuinya dari koran ini.

Seorang Herizon yang saya kenal ketika masih aktif di Teknokra adalah seorang kakak yang termasuk saya kagumi. Ia berwatak keras dan berani. Suaranya jika berbicara di sebuah forum, terdengar keras. Dari situ kemudian saya yakin ia punya wawasan yang cukup banyak tentang berbagai hal.

Ia adalah aktivis kampus, ia juga aktivis di luar kampus dan telah cukup banyak organisasi yang ia geluti. Komunikasi dengan orang banyak di luar banyak ia lakukan. Tak heran kemudian menghantarkan ia sebagai kepala cabang sebuah perusahaan di Bandarlampung.

Selamat jalan kanda Herizon Abdul Aziz. Semoga amal ibadah alamarhum diterima Allah Swt serta keluarga yang ditinggalkannya diberi ketabahan. Amin.

Di bawah ini berita yang memuat kabar kecelakaan alamarhum Herizon Abdul Azis ketika di Serang Banten.


2 Warga Lampung Tewas Kecelakaan di Tol

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Dua meninggal dan seorang kritis setelah minibus Isuzu Panther B-2857-FR biru metallic yang hendak ke Bandar Lampung mengalami kecelakaan di Km 72,3 Serang, Sabtu (15-9), sekitar pukul 06.30.

Hendrik Fauzi (30), warga Kelurahan Sumberrejo, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung, sopir minibus itu meninggal di tempat kejadian. Herizon Abdul Azis (25), Kepala Cabang PT Bintan Nirwana Lampung, meninggal beberapa jam setelah mendapat perawatan di ruang unit gawat darurat RSU Serang. Sedangkan Anton (26) masih kritis di UGD RSU Serang.

Petugas medis di RSU Serang mengatakan Herizon menderita luka parah di paru-paru dan wajah. "Kondisi paru-parunya tertekan sehingga mengalami pendarahan," kata petugas medis.

Menurut saksi mata dan dibenarkan petugas jalan raya (PJR) tol Serang, minibus yang datang dari arah Jakarta itu berisi tiga orang: Hendrik Fauzi (sopir), Herizon (duduk di samping sopir), dan Anton (duduk di belakang).

Petugas menduga peristiwa itu terjadi karena pecah ban belakang. Sekitar pukul 06.00, minibus Isuzu Panther warna biru metallic melaju dengan kecepatan tinggi menuju Merak. Ketika sampai di Km 72,3 tol Serang, tiba-tiba laju kendaraan tidak stabil karena ban belakang pecah, lalu menghantam pembatas jalan tol. Setelah itu, kondisi mobil oleng lalu menghantam tiang jalan layang.

Akibat kejadian itu, Fauzi terjepit dan meninggal di tempat kejadian. Herizon dan Anton kritis dan dilarikan ke RSU Serang. Namun, setelah beberapa jam dirawat, Herizon akhirnya meninggal dunia.

Kabar kecelakaan itu baru sampai ke pihak keluarga Herizon di Bandar Lampung sekitar pukul 07.00. Begitu mendengar kabar, pihak keluarga dan beberapa rekan Herizon menjenguk ke RSU Serang. "Kondisi Herizon tidak tertolong lagi. Kata petugas media, paru-parunya remuk karena tertekan," kata Y. Wibowo, rekan Herizon dari Bandar Lampung yang menjemput ke RSU Serang.

Menurut Wibowo, jenazah Herizon dan Fauzi, yang juga kakak Herizon, akan dibawa ke Lampung dan disemayamkan di rumah duka di Kelurahan Sumberrejo, Kecamatan Kemiling. n HUT/U-2

Wednesday, September 12, 2007

Kecelakaan di Kalianda

SAYA mengalami kecelakaan dalam perjalanan dari kota Bandarlampung menuju Kalianda, Lampung Selatan, Minggu siang kemarin (8-9). Ketika itu saya bersama dengan teman saya mengendarai mobil ke Kalianda.

Kaca samping mobil Avanza hitam yang saya kendarai ketika itu pecah ‘seribu’. Sedangkan kaca spion sebelah kanan mobil itu pun juga pecah setelah terserempet sebuah truk Fuso yang datang dari arah berlawanan. Sisa butiran-berhamburan masuk ke ruang kemudi dan mengenai saya. Bahkan, penutup kaca spion pun ikut terpental masuk ke kabin mobil.

Setelah kejadian itu, mobil segera saya pinggirkan ke tepi jalan dengan pelan-pelan. Saya tanya teman saya di sebelah saya.

Lu ngga apa-apa?”, tanya saya.

Ngga rik. Lu gimana? Eh, liat bibir dan gigi lu berdarah”, katanya sambil memperhatikan saya.

Secara spontan saya langsung melihat ke arah kaca spion yang berada di atas dekat kaca depan mobil. Saya perhatikan gigi saya dengan serius di kaca spion itu. Alhamdulillah gigi saya tidak terlalu parah berdarah akibat terkena hempasan butiran kaca jendela sebelah kanan yang pecah.

Teman saya lalu turun dari pintu sebelah kiri mobil. Saya pun mengikutinya turun dari pintu itu sambil membersihkan sisa butiran-butiran kaca di baju dan celana saya. Saya kembali tanya kepada teman saya.

Lu bener-bener ngga apa-apa?”

“Bener, ngga apa-apa kok”

Body mobilnya kena ngga ya?” tanya saya penasaran.

Saya khawatir saat kerjadian itu, selain menghancurkan kaca jendela dan kaca spion sebelah kanan, juga mengenai badan mobil. Teman saya langsung melihat ke arah depan dan samping kanan mobil.

Ngga ada yang rusak rik. Kayaknya cuma kaca dan spion aja,”kata teman saya.

Saya sedikit lega mendengarnya. Sebuah botol berisi air mineral di pintu mobil sebelah kiri saya ambil. Perlahan saya teguk dan kumur-kumur. Sambil menenangkan diri, saya lihat di sekitar pergelangan tangan kanan saya berdarah. Untung saja tidak terlalu parah, hanya terlihat seperti bintik-bintik digigit nyamuk.

Perlahan saya siramkan air mineral tadi ke tangan saya terluka kecil itu. Bergetar-getar. Ada apa saya pikir. Masih panikkah saya setelah kejadian tadi? Saya beristighfar di dalam hati dan mencoba untuk menenangkan diri.

Ya Allah, Engkau masih memberi kami keselamatan. Engkau masih menyayangi kami berdua. Itulah yang saya pikirkan ketika itu.