Sekitar pukul 21 malam, (Sabtu,8/7), saya ditemani Doni, teman dari TEKNOKRA datang ke sana. Doni ingin menulis untuk majalah TEKNOKRA tentang gempa yang akhir-akhir ini masih sering terjadi di sana. Saya juga menulis tentang gempa yang terjadi di Jogja akhir Mei 2006 kemarin.
Ketika kami masuk ke dalam rumah itu, ada empat orang sedang asik mengobrol. Chrismanto (47), salah satunya yang b

Meskipun umur Pak Chris hampir kepala lima, Saya melihatnya masih punya jiwa muda. Ia punya idealis pada pekerjaannya yang membutuhkan tanggung jawab tinggi. Termasuk menenangkan warga yang sering panik ketika hampir setiap hari gempa. Sesekali ia mengisap rokoknya. Terkadang ia bicara keras ketika obrolan kami menyinggung tanggung jawab pemerintah. Sekali lagi, saya dibuat kagum mendengar cerita pengalamannya yang banyak.
Hampir dua bulan sejak Mei lalu, BMG Lampung menjadi perhartian serius masyarakat. Terutama tentang gempa yang setiap hari terjadi. Terakhir, gempa yang tercatat cukup kuat dan paling dirasakan saya dan teman-teman ketika menginap di Pojok PKM, Jumat dini hari (7/7) sekitar pukul 02.45 WIB. Ketika itu saya dan teman-teman tertidur, kaget terbangun karena guncangan gempa cukup kuat dan membuat lemari kaca bergetar. Sedikit sadar, saya lihat teman saya, Iskandar "Toocool" terbangun kemudian ingin melombat dari jendela terdekat. Guncangan tidak lama, sekitar 3-4 detik. Tapi, Harian Lampung Post menulis gempa yang paling kuat dirasaka

Pak Chris mengatakan, gempa yang hampir dirasakan setiap hari terutama warga Kemiling adalah termasuk gempa swarm. Gempa ini tidak sampai meruntuhkan bangunan seperti yang terjadi di Jogja dan sekitar Jawa Tengah. "Anggapan masyarakat dengan gempa di sini disamakan dengan gempa di Jogja,"Pak Chris menyayangkan itu. Gempa yang terjadi tidak akan berlangsung lama di Kemiling, kira-kira dua bulan.
Terkadang Pak Chris dibuat kecewa dengan pemberitaan media. "Yang dikhawatirkan itu dari omongan satu ke omongan lainnya, padahal belum tentu benar," ujar Pak Chris. Ia menganggap cerita dari orang ke orang lain itu berbeda-beda menilainya. Saya yang termasuk media kampus, rasanya menyadari kekuatan media ketika memberitakan sesuatu yang "bombastis." Beberapa waktu lalu, ada media yang menulis di Kemiling diperkirakan akan amblas. Tentu saja Pak Chris marah saat ia ingat dan membaca sebuah koran yang tergolong mainstream memberitakan itu.

Pak Chris cuma berharap, kerja kerasnya selama hampir dua bulan itu justru tidak semakin membuat masyarakat khawatir. Ia pernah melakukan penyuluhan buat warga di sana. Katanya, ketika di depan ibu-ibu dan anak-anak, Pak Chris mencoba buat mereka tertawa. "Saya ajak mereka tertawa, eh ternyata mereka tertawa," ujarnya. Hal itu dilakukannya untuk menghilangkan trauma mereka selama merasakan gempa.
Pukul 23 malam. Pak Camat pamit pulang. Tapi, saya dan Doni masih setia di sana sampai pukul 24 malam. Sempat merasakan satu kali getaran gempa sebelum kami pulang. Kaca di jendela rumah itu bergetar sebentar. Langsung saya minta Teddy periksa dari layar LCD pengamatan gempa. Hanya 2,8 SR. "Suaranya kayak bom aja," ujar Doni kepada saya. Yah, cuma sesaat. Subhanallah. Apa sebenarnya yang terjadi di dalam tanah ini, gumam saya. Sebuah kekuasaan Allahu SWT.
5 comments:
uMmh.. actually 4 kasta jomblo itu memang bener gw pernah baca
but gw tambah sdikit tanpa ngurangin isi yg sebenernya,
so, kalo mu pake silakan,, mangga atuh,, hehe...
btw,, kalo sempet mampir lg k blog gw yah.. skalian promosiin d milist lo jg,, hehe..
lam knal ;))
Wah...! Alat apaan tu? hihi.. seumur-umur aku belum pernah lihat. (kasiyan yah aku..!!)
Rin, itu alat yg digunakan buat ngukur getaran gempa (seismometer,red). Keren yach bentuknya? Aq aj pengen punya alat itu, tapi buat apa coba? Dipajang di atas meja. Hehe...
nah.. tu dia. Dipajang aja di atas meja, atau buat ganjelan pintu kek...! he he he..
Post a Comment