Sunday, November 09, 2008

Obama, Adiknya (Maya Soetoro), Indonesia dan Islam

Satrio Arismunandar wrote:

WAWANCARA MAYA SOETORO-NG
Antara Obama, Indonesia, dan Islam
Rabu, 05 November 2008, 13:33:51 WIB

Laporan: Teguh Santosa

BARACK Obama telah terpilih sebagai presiden ke-44 Amerika Serikat.

Kemenangan laki-laki kelahiran Hawaii yang pernah menghabiskan empat tahun masa kecilnya di Indonesia itu adalah catatan baru dalam sejarah panjang Amerika Serikat. Inilah kali pertama Amerika Serikat memiliki presiden keturunan Afro-Amerika.

Beberapa waktu lalu saya pernah bertanya kepada Maya Soetoro-Ng, apa arti Indonesia bagi Obama.

Wawancara berlangsung bulan Februari lalu, beberapa saat setelah Obama menang dalam kaukus Partai Demokrat di Hawaii.

Kepada saya, Maya bercerita tentang hubungan Obama, Indonesia dan Islam. Berikut petikannya.

Bagaimana hubungan Anda, Obama, dan ibu?

Keluarga kami sangat informal. Kami senang tertawa, duduk di lantai, bermain di taman, memanjat pohon. Ibu memberikan perhatian besar kepada kami dan ia senang berbicara panjang-panjang.

Pada 1973, kami (kembali) ke Hawaii dan tinggal di Jalan Poke sampai 1976. Ketika ibu kembali ke Indonesia untuk melakukan penelitian, saya ikut dengannya. Sementara Obama tinggal bersama kakek dan neneknya sampai 1979, saat ia lulus dari SMA.

Ketika dipisahkan jarak yang begitu jauh, ibu selalu menulis surat panjang untuk Obama dan Obama juga menuliskan surat panjang untuk Ibu. Tapi, praktis kami tidak pernah berpisah. Kami selalu menghabiskan musim panas bersama. Di masa-masa itu Obama juga beberapa kali kembali ke Indonesia.

Apa yang diwarisi Obama dari sifat ibu?

Banyak. Kebaikan hati, semangat, kemampuan mengenal orang lain dengan latar belakang berbeda, bersimpati, dan berempati. Ibu idealistis sekaligus praktis. Ini juga yang diwarisi Obama. Ibu menyukai bahasa dan pembicaraan, serta cerita dan bercerita.

Saya kira kemampuan Obama merangkul banyak orang dalam kampanyenya karena ia memang menyukai cerita. Ia merangkai cerita-cerita itu dan menemukan bahwa satu cerita mewarnai cerita lain. Ia mengangkat pengalaman hidup individu sebagai pengalaman hidup bersama rakyat AS.

Bagaimana pengalaman Obama di Indonesia dan apakah pengetahuannya tentang negara ini bisa membantu bila ia terpilih sebagai Presiden AS?

Obama mempelajari banyak hal dari Indonesia. Ini adalah tempat pertama ia belajar seni memahami.

Di Indonesia, untuk pertama kali ia belajar bernegosiasi, berteman dengan orang-orang yang berbeda latar belakang. Indonesia adalah tempat pertama ia mempelajari fleksibilitas. Lebih jauh lagi, Indonesia adalah tempat pertama ia memahami kompleksitas dunia.

Obama terakhir kali ke Indonesia pada 1991, saat ia menulis buku Dream From My Father. Ia bilang kepada saya, dalam kunjungan itu ia makin memahami Indonesia dan masyarakatnya.

Apakah Obama masih bisa berbahasa Indonesia?

Oh, ya, bisa sedikit. Setiap kali saya ke Chicago, ia bilang, ‘Eh, Maya, pijit dikit, pijit dikit.’ Lalu, ‘Aduh, kuat tangannya.’ Selebihnya, ia tidak percaya diri untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan orang lain. Dengan saya, ia cukup confident.

Apakah benar nama tengah Obama adalah Hussein?

Benar. Ia adalah Barack Hussein Obama Junior.

Kelihatannya Obama khawatir dirinya dikaitkan dengan Islam…

Faktanya, Obama adalah penganut Kristen. Ia tidak menampik dan tidak khawatir, tapi ia peduli agar semua hal dilaporkan secara akurat. Ia telah menjelaskan secara terbuka hubungannya dengan Islam. Tapi, penjelasan ini telah digunakan untuk menyerang seolah-olah Obama berbohong dan menyembunyikan sesuatu yang rahasia. And it is terrible.

Saya pernah ditanya sebuah media, apa hubungan Anda dengan Islam. Saya katakan bahwa saya bukan penganut Islam, tapi semua keluarga saya adalah orang Islam. Maksudnya adalah semua keluarga saya di Indonesia (dari pihak ayah, Lolo Soetoro).

Mereka menggunakan ini berulangkali untuk menyerang Obama dan mengatakan ia berbohong. ‘Lihat, Barry berbohong. Adiknya, Maya, mengatakan semua anggota keluarganya orang Islam.’ Padahal, konteks dari pembicaraan itu adalah keluarga saya di Indonesia.

Bila Anda mencari informasi tentang ayah saya, Anda akan menemukan bagian yang mengatakan bahwa ia adalah seorang Islam fundamentalis. Atau, yang lebih parah lagi, ibu saya, Stanley Ann Dunham, disebutkan sebagai orang yang secara rahasia mendukung Islam fundamentalis dan ingin agar anaknya didoktrinasi nilai-nilai Islam fundamentalis.

Tentu, kami pernah tinggal di Indonesia dan mendengarkan adzan untuk shalat di pagi hari. Ibu saya bilang itu sungguh indah. Ayah mungkin bukan orang Islam yang baik, tapi ia tetap Islam. Saya kembali ke kuburannya dan mengadakan seremoni untuk mengenangnya, berdoa. Anyway, it was lovely.

Tapi, cerita ini diambil begitu saja, dicabut dari konteksnya, dan digunakan untuk mendistorsi perhatian orang.

Ini situasi yang menantang. Secara personal, saya merasa bagus bila AS punya presiden yang punya pengalaman dengan Islam, yang pernah menghabiskan waktu di negara muslim, di mana manusia adalah manusia. Mereka melakukan hal-hal yang sama seperti yang dilakukan manusia lain di muka bumi untuk menghidupi keluarga dan sebagainya.