Wednesday, October 24, 2007

650 Juta Jaminan Dibebaskan?


Seorang anggota DPR RI dari fraksi PPP meminta uang sebesar Rp 650 juta kepada Bu De saya untuk dapat membebaskan Pak De saya, Ir.Samsul Hadi. Bu De saya keget mendengar permintaan yang sangat tidak perikemanusiaan itu di saat sedang kesulitan, Senin kemarin (22/10). Beginikah sikap anggota DPR yang katanya berpihak kepada rakyat? Mau membantu, asalkan ada uang. Sungguh keterlaluan sekali.

Permintaan uang sebesar itu terlihat seperti layaknya pemerasan saja. Upaya yang ditempuh oleh anggota DPR asal Jawa Timur itu akan melakukan lobi politik di tingkat pusat (Jakarta,red) ke Mahkamah Agung (MA). Tampaknya setelah saya mendengar banyak pembicaraan dari keluarga saya bahwa di Kabupaten Magetan sedang terjadi perebutan kekuasaan kepala daerah itu (Bupati,red). 

Dugaan saya, Wakil Bupati Magetan H.Miratul Mukminin berusaha menduduki jabatan Bupati melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada,red). Namun, saat pilkada beberapa waktu yang lalu, jabatan bupati sebelumnya yang dijabat Saleh Muljono, terpilih kembali.

Karena Wakil Bupati Magetan Miratul akan mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada,red) tahun 2008 mendatang, sepertinya putra seorang kyai ini berusaha menjatuhkan kepemimpinan Bupati Saleh sekarang ini. Melalui membuka kasus dugaan korupsi pembangunan GOR Ki Mageti dan gedung DPRD Magetan yang melibatkan Saleh. Hingga pada akhirnya, Saleh pun dipanggil Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur atas kasus ini.

Pak De saya, yang pernah menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kapubaten Magetan pun ikut ditahan karena diduga terlibat dalam kasus ini. Pak De saya sekarang ditahan di Rumah Tahanan Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Ia berada di sana kira-kira sudah hampir lima bulan lamanya.

Saya sebagai keponakannya sangat geram melihat adanya pertarungan politik hingga melibatkan Pak De saya. Padahal, saya yakin Pak De saya tidak terlibat atas dugaan kasus korupsi itu. Ia hanyalah sebagai korban pertarungan politik 'kotor' di kota Megetan, Jawa Timur. Sungguh luar biasa pertarungan politik yang terjadi di kabupaten ini. Tampaknya oleh media hanya menyoroti tentang dugaan kasus korupsi saja, daripada menelusuri ada permainan politik yang sangat ‘keji’ dan ‘kotor’ di dalam pemeritahan kabupaten ini.

Ketika saya, Bu De dan beberapa keluarga dekat mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Magetan, Senin pagi (22/10), Saya melihat Pak De turun dari sebuah mobil Isuzu Panther yang ditemani dua orang jaksa penuntut. Pak De saya tampak kurus dari biasanya. Saya benar-benar sangat prihatin apa yang telah dialami Pak De saya ini. Saya yakin ia tabah menghadapi ini semua.

Sedangkan, di luar di gedung Pengadilan Negeri Magetan, Saya melihat sebuah spanduk berisi pesan “Mari Bersama-sama Kita Bangun Magetan” dan foto H.Miratul Mukminin, Wakil Bupati Magetan yang kini menjabat sebagai plt Bupati Megetan. Memang Ironis yang terjadi di Magetan. Upaya perebutan kekuasaan kepala daerah itu tak menjadi wacana publik di sana. Kabarnya koran daerah itu yang juga group Jawa Pos, melalui pemberitaannya hanya pada kasus korupsi saja. Lalu, ada kepentingan politik yang sedang bermain di pemerintahan itu tidak menjadi sorotan media setempat. Keberpihakan media sedang di pihak wakil bupati yang menjadi plt Bupati Magetan.

(Keterangan foto: Guntingan koran Jawa Pos berita mengenai kasus dugaan korupsi pembangunan GOR dan gedung DPRD Magetan, Jawa Timur. Pak De saya tampak sebelah kiri tidak berpeci. Ia hanyalah korban permainan politik di Kota Magetan, Jawa Timur).

Wednesday, October 03, 2007

Seribu Rupiah

Indria memberikan seribu rupiah kepada seorang pengemis anak kecil. Saat itu, Indria yang dari Kontras ini menjadi pembicara diskusi tentang tragedi 28 September 1999 di lapangan parkir Gedung Pascasarjana Magister FH Unila.

Pengemis anak kecil itu tiba-tiba mendatangi para pembicara. Saya, ketika mengikuti acara itu terheran-heran melihat tingkah anak kecil itu. Memang akhir-akhir ini di bulan puasa Ramadhan tiba-tiba saja terlihat berkeliaran anak-anak kecil mengemis dan minta-minta uang.

Bahkan, suatu hari saya pulang dari masjid, melihat anak-anak kecil beraksi meminta-minta uang ke orang-orang di sekitar masjid. Sedangkan, tidak jauh dari masjid saya lihat ibu-ibu menunggu di bawah pohon. Saya perhatikan mereka dari kejauhan seperti mengawasi anak-anak kecil yang meminta-minta ini. Saya yakin mereka menyuruh anak-anak ini. Sungguh kasihan melihatnya. Sejak kecil malah diajari meminta-minta.

Oh ya, foto di atas difoto oleh Agung H.Wijaya. Ia fotografer Teknokra. Saya suka dengan angle foto itu. Nilai rasa human-nya terasa bagi saya. Bagaimana menurut Anda?