Monday, August 21, 2006

Sajak Untuk Anakku

Setiap detik, menit, jam, dan hari demi hari, waktu yang terus berjalan itu tak pernah kita sadari. Ada yang mencoba memaknai hidup dengan bermacam-macam cara. Ada orang yang menyukai menulis, maka ia akan menuliskan kisahnya dalam sebuah buku diary tebal meskipun zaman telah semakin pesat melalui komputer untuk menulis, tapi tetap lebih menyukai menorehkan tulisan tangan ke dalam lembaran-lembaran diary. Atau dengan merenungkan ke alam pikiran dan mengarungi imajinasi yang bebas tanpa batas yang dituliskan dalam bentuk puisi-puisi yang terkumpul.

Saya yang termasuk tak mengerti tentang puisi dan dunianya, kemudian menjadi tertarik setelah mengikuti sebuah acara yang diadakan teman-teman UKM BS (Bidang Seni) yakni temu sastrawan di Gedung PKM Unila, Jumat malam (18/08) lalu. Yang membacakan sajak saat itu adalah Budi P Hatess, nama pena dari Budi Hutasuhut. Ia adalah wartawan Lampung Post, yang sehari-hari bekerja sebagai Redakstur opini di sana. Saya mengenalnya karena pernah mengirimkan opini untuk harian media group milik Surya Paloh ini.

Dari kumpulan sejumlah sajak yang ditulisnya dan dibagikan kepada para peserta malam itu, ada sebuah sajak yang membuat saya tertarik dan terharu ketika saya menyimak saat Bang Budi (panggilan akrab saya kepadanya, red) membacakan empat sajaknya.
Sajak di bawah ini yang buat saya tertarik:

Sajak untuk anakku

memandangimu saat tertidur
tak pernah aku sekhawatir ini dalam hidup

sungguh, usia anak-anak sudah kau lewatkan
betapa lekas waktu mematangkanmu menjadi dewasa
membuat aku dan ibumu begitu renta
dan usia perkawinan kami menjadi sangat sederhana

aku dan ibumu silih berganti mengawasi tidurmu
kulitmu putih, matamu jernih
dengan senyum seindah pagi, kami tahu kau bermimpi
segala yang menyegarkan mantul di wajahmu

tak pernah aku sekhawatir seperti saat ini
maka kuterjemahkan cintaku kepadamu
dengan lembut kutepuk nyamuk pada kulitmu
dengan hati-hati menyelimutimu

aku cinta padamu, nak, seperti juga cinta
pada ibumu



Sajak di atas kalau saya baca hampir setiap ada kesempatan, selalu teringat dengan ibu saya yang kini sedang ada di rumah, di Palembang. Jujur, saya terharu membacanya. Air mata ini hampir saja meneteskan ke baju, juga di hadapan monitor komputer ini. Saya sangat rindu dengan Ibu di rumah. Maafkan saya belum bisa pulang, Bu!

5 comments:

dittadara said...

wah iya jadi kebayang kalo papa saya yg bikin itu buat sayaa waaah ! bisa giiila ! he3x. . . walopun kurang memahami puisi, sepertinya indah didengar...

asya said...

sajak untuk anakku :(
membuat perasaan ini melayang, pikiran ini mengembara ke masa laluku yang indah. saat masih berkumpul dengan bonyok di rumah di watampone. tapi sekarang mereka dah pindah. they are in heaven now. but i know their love always here. in my heart. i love them, i miss them.
"buat temen yg masih punya ortu, sayangin mereka yach, patuhin mereka, sakit banget lho kalo mereka dah pergi"

Anonymous said...

kan udah masuk kompas tentang ospek itb hehe

-soe

CacingKepanasan said...

wah, kupikir eriek udah punya anak :D. tapi puisinya memang bagus..

diandra_diandra said...

riek.. sekarang udah september loh :)) hayo update!